1. Indikator
Ø Pemahaman atas sejarah PMII
Ø Pemahaman tentang identitas PMII
Ø Pemahaman tentang gerakan PMII
Ø Tertanamnya ideologi PMII
2. Abstraksi
PMII atau kependekan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Indonesian Moslem Students Movement ) merupakan organisasi pengkaderan yang berkonsentrasi diwilayah pemberdayaan generasi muda Indonesia khususnya mahasiswa. Ide dasar berdirinya PMII bermula dari adanya hasrat kuat para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunah waljama’ah (aswaja).
Ide ini tidak terlepas dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama), karena secara historisitas PMII merupakan mata rantai dari departemen perguruan tinggi IPNU yang dibentuk pada Muktamar ke-3 IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958.
Puncak perjuangan untuk mendirikan organisasi mahasiswa nahdliyin ini adalah ketika IPNU mengadakan Konferensi Besar di Kaliurang 14-16 Maret 1960. Pada saat itu disepakati pendirian organisasi tersendiri bagi mahasiswa NU. Sehingga akhirnya dibentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang. Dalam musyawarah selama tiga hari di Surabaya pada 14-16 April 1960).
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).
Dengan demikian ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU. Keterikatan PMII kepada NU dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
3. Latar belakang pembentukan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
1) Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia dalam kurun waktu 1950-1959.
2) Tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3) Pisahnya NU dari Masyumi.
4) Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5) Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
4. Organisasi-organisasi pendahulu
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
5. Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1) Khalid Mawardi (Jakarta)
2) M. Said Budairy (Jakarta)
3) M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4) Makmun Syukri (Bandung)
5) Hilman (Bandung)
6) Ismail Makki (Yogyakarta)
7) Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8) Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9) Laily Mansyur (Surakarta)
10) Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11) Hizbulloh Huda (Surabaya)
12) M. Kholid Narbuko (Malang)
13) Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
6. Deklarasi
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan.
Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.
Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
7. Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi-organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
8. Makna Filosofis
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
9. Identitas PMII citra diri PMII
PMII sebagai suatu wadah organisasi kemahasiswaan dengan label ‘Pergerakan’ yang Islam dan Indonesia mempunyai tujuan “Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang Bertaqwa kepada Allah swt, Berbudi luhur Berilmu Cakap, dan Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab. (Bab IV AD PMII).
Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia, yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.
Islam-Indonesia (dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam lokal –bukan Islam Arab secara persis–, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang ‘bersinkretisme’ dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
CITRA DIRI MAHLUK ULUL ALBAB
TRI MOTTO: DZIKIR FIKIR AMAL SHOLEH
TRI KHIDMAD: TAQWA INTELEKTUAL PROFESIONAL
TRI KOMITMEN: KEBENARAN KEJUJURAN KEADILAN
NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP) PMII
Indicator
Ø Memahami kandungan nilai-nilai dasar pergerakan PMII
Ø Menjadikan NDP sebagai landasan berfikir, berprilaku dan bersikap dalam kehidupan.
NDP PMII
Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hali ini dibutuhkan di dalam memberikan kerangka, arti dan motivasi dan wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah kejarusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.
BAB I
ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.
Fungsi :
Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi.
Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
Kedudukan :
Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.
BAB II
RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
1. TAUHID :
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.
Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.
Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan mermbah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah.
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah – fitrah suci yang selalu memproyeksikan terntang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketikamanusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niatyang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma’ul Husna.
Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal ke4merdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab prerputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya iniselalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karaena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona’ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya.
3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara.
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencaridanmencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, totlong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antara muslim ddan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia.
Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudsaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia . Perilaku persaudaraan ini , harusd menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapatv memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan.
4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai taiuhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam .
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya.
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan . Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh.
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah buykanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.
Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannyadisandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek meruipakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.
Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kemanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana.
Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat dan berketuhanan
Ahlussunnah Wal Jam’aah (ASWAJA)
Indikator
Ø Memahami pengertian ASWAJA
Ø Memahami sejarah ASWAJA
Ø Memahami dan mengimplementasikan nilai-nilai ASWAJA
Apa yang dimaksud dengan golongan Ahlussunnah wal jamaah ?
Syekh Abu al-Fadl Abdus Syakur As-Senori dalam karyanya “Al-Kawakib al-Laama’ah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah” menyebutkan definisi Ahlussunnah wal jamaah sebagai kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW dan thoriqoh para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani dalam kitabnya, Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq juz I hal 80 mendefinisikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut “Yang dimaksud dengan assunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan Beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi SAW pada masa empat Khulafa’ur-Rosyidin dan telah diberi hidayah Allah “.
Dalam sebuah hadits dinyatakan :
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة ، وتفرقت النصارى الى إثنين وسبعين فرقة ، وتفرقت أمتي على ثلاث وسبعين فرقة ، كلها في النار الاّ واحدة ، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : هم الذي على الذي أنا عليه وأصحابي . رواه أبو داود والترميذي وابن ماجه
“Dari Abi Hurairah r.a., Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Umat Yahudi terpecah menjadi 71 golongan. Dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat : “Siapakah mereka wahai Rasulullah?’’ Rasulullah SAW menjawab : “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.”. HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.
Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti tertera dalam teks hadits adalah paham keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk para sahabatnya. Dalam hadits lain:
عن عبد الرحمن بن عمرو السلمي أنه سمع العرباض بن سارية قال وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: فعليكم بما عرفتم من سنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين. رواه احمد
“Dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al- Irbadl bin Sariyah berkata: Rasulullah SAW menasehati kami: kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku dan perilaku al-khulafa’ar-Rosyidin yang mendapat petunjuk.’’ HR.Ahmad.
Sejak kapan istilah golongan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) muncul ?
Paling mudah melacak periode awal kelahiran terminologi (istilah) Aswaja dimulai dengan lahirnya madzhab (tauhid) al-Asy’ari dan abu Manshur al-maturidi. Tetapi kelahiran madzhab Aswaja di bidang kalam ini tidak dapat dipisahkan dengan mata rantai sebelumnya, dimulai dari periode ‘Ali bin Abi Thalib KW. Sebab dalam sejarah, tercatat para imam Aswaja di bidang akidah telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW, sebelum munculnya paham Mu’tazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib KW, karena jasanya menentang penyimpangan khawarij tentang al-Wa’du wa al-Wa’id dan penyimpangan qodariyah tentang kehendak Allah SWT dan kemampuan makhluk. Di masa tabi’in juga tercatat ada beberapa imam Aswaja seperti ‘Umar bin Abdul Aziz dengan karyanya “Risalah Balighah fi Raddi ‘ala al-Qodariyah”. Para mujtahid fiqh juga turut menyumbang beberapa karya teologi (tauhid) untuk menentang paham-paham di luar Aswaja, seperti Abu Hanifah dengan kitabnya “Al-Fiqhu al-Akbar” dan Imam Syafi’i dengan kitabnya “Fi tashihi an-Nubuwwah wa Raddi ‘ala al-Barohimah” .
Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan Al-Asy’ari, lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mu’tazilah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa akidah Aswaja secara subtantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam Asy’ari dan Maturidi, tetapi beliau adalah dua diantara imam-imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asy’ariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar Al-Haytami berkata “Idza uthliqo ahlus sunnati wal jama’ati fal muroodu bihi al asya’irotu wal maturidiyyah; Jika Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut rumusan yang digagas oleh Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Dalam tasawwuf adalah Imam Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’ lain yang sepaham.
Kemudian secara eksplisit para Ulama mengformulasikan konsep-konsep Aswaja kedalam beberapa criteria yang merupakan intisari dari konsep aswaja yang telah dijelaskan secara global di atas, yaitu:
1. Tawassuth; Bisa diartikan berdiri ditengah, moderat, tidak ekstrim, tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khoirul umur ausatuha (moderat adalah sebaik-baik suatu perkara)
2. Tasamuh; Yaitu sikap toleran, tepa selira. Konsep tasamuh merupakan sebuah landasan yang bingkai yang secara eksplisit sangat menghargai perbedaan tanpa memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri. Yaa ayyuhalladziina aamanu laa yaskhar qaumun min mqaumin ‘asaa an yakuuna khoiron minhum (Hai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi kaum yang diolok-olok itu lebih baik daripada yang mengolok-olok)
3. Tawazun; Berarti keseimbangan dalam bergaul dan berhubungan baik horizontal maupun vertikal (sesama manusia, manusia dengan alam serta manusia dengan Tuhannya). Dengan dibekali akal manusia diharapkan bisa menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi maupun tugas sebagai hamba yaitu beribadah kepada Allah. Sebagaimana ajaran kitab suci”wabtaghi fiima aataakallaahud daaral aakhiraah walaa tansa nashibakaminad dunya” carilah apa yang telah dikaruniakan Allah kepadamu untuk bekal hidup di akhirat akan tetapi janganlah engkau lupakan bagianmu du dunia.
4. Ta’adul; Yaitu keadilan, yang merupakan ajaran universal Islam. Pemaknaan yang sangat ditekankan dalam hal ini adalah keadilan sosial yang mencakup keseluruhan dimensi kehidupan manusia dalam ranah publik(public areas). Begitu pentingnya prinsip keadilan sampai Ibnu taymiyah berkata: Addunya taduumu ma’al ‘adli wal kufr * walaa taduumu ma’adzdzulmi wal islam (Dunia bisa berdiri kokoh dengan keadilan meskipun bangsanya kafir * akan tetapi bisa hancur ketika yang ada hanya kedzaliman meskipun bangsanya muslim)
ASWAJA DALAM KONTEKS NUSANTARA
Awal mula kemunculan sejarah aswaja nusantara berbarengan dengan sejarah masuknya Islam di Indonesia, terlepas dari perdebatan kapan tepatnya Islam masuk Indonesia tapi yang pasti tonggak kehadiran Islam di Indonesiasangat tergantung pada dua hal: pertama, Kesultanan pasai di Aceh yang berdiri pada abad ke-13, dan kedua, Wali Sanga di Jawa yang mulai hadir pada abad ke-15bersamaan dengan runtuhnya Majapahit. Namun dalam perkembangan selanjutnya yang lebih berpengaruh adalah Wali Sanga yang dakwahnya tidak hanya terbatas di wilayah Jawa tetapi menggurita kepelosok Nusantara. Hal ini dikarenakan dakwah yang dilakukan Wali Sanga bersifat lentur dan fleksibel yaitu dengan menggabungkan nilai-nilai Islam dengan budaya yang telah mengakar kuat dalam kehidupan tanpa mengurangi nilai-nilai Islam yang esensial-substansial dengan demikian mudah diterima oleh masyarakat. Yang penting untuk dicatat pula bahwa mayoritas sejarahwan sepakat bahwa Wali Sanga lah yang dengan sangat brilian mengkontekstualisasikan aswaja dengan kebudayaan masyarakat Indonesia sehingga lahirlah Aswaja yang khas Indonesia, yang sampai saat ini menjadi basis bagi golongan tradisionalis, termasuk PMII.
Telah kita ketahui dari pemaparan di atas bahwa golongan aswaja adalah golongan yang berpegang pada Imam Abu al-Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi(teologi), Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali(fiqih), Imam Al-Ghozali, Abu Yazid al-Busthomi, Imam al-Junaydi dan ulama’-ulama’ lain yang sepaham(tasawuf). Dalam konteks Indonesia kita dapat menyaksikan bahwa kriteria aswaja yang paling sesuai dengan kriteria di atas adalah golongan Islam Tradisionalis yang selama ini kerapkali dicap terutama oleh golongan Islam modernis ataupun kelompok puritan yang kecenderungan membaca teks-teks suci(al quran dan hadist) secara literal tekstual sebagai golongan ahlul bid’ah wal jama’ah, tahayul, khurafat dan segudang tuduhan tak senonoh lainnya yang mana sikap keberagamaan seperti itu sangat dilaknat oleh Rasulullah SAW “man kaffara akhaahu al muslim fahuwa kaafirun; barabg siapa yang mengkafirkan saudaranya yang muslim maka hakikatnya dialah yang kafir” naudzubillah!
Islam Indonesia
Indikator
Ø Memahami sejarah Islam di Indonesia
Ø Memahami pengertian Islam Tradisi dan Isalm Indonesia
Ø Membedakan Tradisi dan Agama dalam pandangan PMII
Abstraksi
Berbagai agama dan keyakinan hidup di Indonesia. Sebelum Islam masuk, Hindu dan Budha sempat menjadi kepercayaan mayoritas di Nusantara. Keduanya, beserta kepercayaan asli penduduk Nusantara (Kepercayaan Kapitayan, orang luar menyebutnnya Animisme dan Dinamisme) memberikan dasar sosio-budaya yang kuat di dalam masyarakat. Konteks sosio-budaya yang telah terbangun itu berbeda dengan konteks sosio-budaya yang berkembang di Arab. Sehingga warna Islam yang hidup di Indonesia pun memiliki perbedaan dengan Islam di Arab. Dalam konteks Madzhab, Islam Indonesia mayoritas menganut Syafi’i. Islam didedahkan sebagai agama kearifan yang ajarannya senantiasa kontekstual dalam altar kekinian dan kedisinian. Di sinilah proses reinventing ini dilakukan dalam konteks dialektika antara Islam dan budaya lokal mengalami proses take and give, saling memberi dan menerima, saling mengambil dan belajar sebagai momentum menemukan Islam keindonesiaan dalam proses reinventing secara simultan, bukan Arabisme.
Agama dan tradisi merupakan dua unsur penting dalam masyarakat yang saling mempengaruhi. Ketika ajaran agama masuk dalam sebuah komunitas yang berbudaya, akan terjadi tarik menarik antara kepentingan agama di satu sisi dengan kepentingan budaya di sisi lain. Demikian juga halnya dengan agama Islam yang diturunkan di tengah-tengah masyarakat Arab yang memiliki adat-istiadat dan tradisi secara turun-temurun. Mau tidak mau dakwah islam yang dilakukan Rasulullah harus selalu mempertimbangkan seg-segi budaya masyarakat Arab waktu itu. Bahkan, sebagian ayat al-Qur’an turun melalui tahapan penyesuaian budaya setempat.
Pada perkembangan selanjutnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan umat Islam tentang hasil dari proses dialog tersebut. Sebagian berpendapat rumusan ketetapan dianggap sebagai ajaran final yang harus diterapkan di semua lapisan ummat Islam, sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa yang final bukanlah hasil dari proses dialog, tetapi nilai dasar yang ingin disampaikan dari ayat yang bersangkutan.
Islam dan Tradisi
Sebagaimana dimaklumi, sudah lama terjadi gesekan antara kelompok Islam lokal dengan Islam Arab. Sejak era Perang Paderi yang awalnya dipicu ketegangan antara orang Islam yang pro-Arabis (Tuanku Imam Bonjol) dengan kelompok Islam Adat. Pada era berikutnya, kita melihat ada kalangan anggota jamaah tabligh yang menggunakan pakaian seperti pakaian orang Arab dan mereka menganggap itu adalah sunnah Nabi, dan menganggap orang yang tidak berpakaian seperti mereka dianggap tidak mengikuti sunnah Nabi. Kelompok ini membedakan diri dengan komunitas Islam tradisi yang berkembang di Indonesia, bahkan menilai tradisi keagamaan yang bersifat lokal sebagai yang tidak Islam. Dalam masyarakat kita, memang terdapat banyak tradisi keagamaan yang bersemai dalam tradisi lokal seperti sekaten, tahlilan, mauludan, ruwahan, nyadran, peringatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari hingga haul, dan lain-lain.
a. Pengertian tradisi
Secara terminologis, ”tradisi” mengandung suatu pengertian tersembunyi tentang adanya kaitan antara masa lalu dengan masa kini. Ia menunjuk kepada sesuatu yang diwariskan oleh masa lalu, tetapi masih berwujud dan berfungsi pada masa sekarang. Sewaktu orang berbicara tentang tradisi Islam secara tidak sadar ia sedang menyebut serangkaian ajaran atau doktrin yang dikembangkan ratusan atau ribuan tahun yang lalu tetapi masih hadir dan tetap berfungsi sebagai pedoman dari kehidupan sosial pada masa kini. Tradisi dalam pengertian yang paling elementer adalah sesuatu yang ditransmisikan atau diwariskan dari masa lalu ke masa kini. Pengertian tersebut cukup menolong, namun masih terlalu umum untuk dipakai sebagai alat analisa. Tidak terungkap dari pengertian tersebut apa yang diwariskan, sudah berapa lama diwarisi, dengan cara bagaimana, lisan ataukah tulisan. Tentunya kita dapat menerima bahwa Taj Mahal di India, Spinx di Mesir, atau Borobudur di Jawa Tengah adalah monumen-monumen tradisional. Namun tentunya sulit diterima kalau bangunan-bangunan tersebut dikatakan sebagai tradisi. Itu semua adalah produk dari suatu tradisi, tetapi bukan tradisi itu sendiri.
Dalam hal ini definisi dalam Ensiklopedi Britanica memberikan pengertian yang lebih jelas, yakni “kumpulan dari kebiasaan, kepercayaan dan berbagai praktek yang menyebabkan lestarinya suatu bentuk pandangan hidupnya.” Berangkat dari uraian tersebut kiranya cukup jelas bahwa tradisi adalah sesuatu yang diwariskan dari masa lalu ke masa kini berupa non-materi, baik kebiasaan, kepercayaan atau tindakan-tindakan. Semua hal tersebut selalu diberlakukan kembali, tetapi pemberlakuan itu sendiri bukan tradisi karena justru mencakup pola yang membimbing proses pemberlakuan kembali tersebut.
b. Tradisi dan Sunnah
Dalam bahasa Arab, kata tradisi diidentikkan dengan kata Sunnah yang secara harfiah berarti jalan, tabi’at, atau perikehidupan. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang artinya: “Barang siapa yang mengadakan suatu kebiasaan yang baik, maka bagi orang tua akan mendapat pahala, dan pahala bagi orang yang melaksanakan kebiasaan tersebut.” Para ulama umumnya mengartikan bahwa yang dimaksud dengan kebiasaan yang baik itu adalah segenap pemikiran dan kreativitas yang dapat membawa manfaat dan kemaslahatan bagi umat. Yang termasuk dalam tradisi tersebut adalah mengadakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, tahun baru hijriyah dan sebagainnya.
Selanjutnya kata ”Sunnah” menjadi suatu istilah yang mengacu pada segala sesuatu yang berasal dari Nabi, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan Nabi. Para ulama Muhadditsin, baik dari kalangan modern (khalaf) maupun kuno (salaf) menyamakan pengertian Sunnah tersebut dengan al-hadits, al-akhbar dan al-atsar. Atas dasar pengertian ini kaum orientalis Barat menyebut sebagai kaum tradisionalis kepada setiap orang yang berpegang teguh kepada al-sunnah Rasulullah SAW bahkan juga kepada mereka yang berpegang teguh kepada Al-Quran (makanya, kita yang dituduh sebagai kaum tradisionalis jangan khawatir karena ini hanya tuduhan Barat). Islam Tradisi merupakan model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang telah mapan di masyarakat. Sedangkan Islam post-tradisi, bemaksud mendialogkan tradisinya dengan zaman modern.
Bagi PMII, tradisi adalah khazanah peradaban manusia. Tugas PMII adalah menyatakan kembali atau merujukkan dengannya agar tetap survive dalam konstelasi kehidupan masa kini, tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya. Perbedaan kita dengan kaum fundamentalis terletak pada penerimaannya pada tradisi. Ataupun dengan kaum modernis yang membuang tradisi dan ingin meniru Barat. Bedanya, Islam Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-rasyidin, sedang Islam Tradisi melebarkan sampai pada salaf al-shalih, sehingga kita bisa menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukan. Resikonya, memang terkadang bisa mengarah pada keteguhan memegang prinsip. Orang luar menyebutnya ekslusif, subjektif dan diterminis. Sedangkan kaum modernis ingin menafsirkan al-Qur’an dengan kerangka rasionalitas dan metode modern. Sikap Islam Tradisi yang tetap memegang teguh tradisi dan kemampuannya berdialog dengan modernisasi sebagaimana yang ditunjukkan NU dan PMII membuktikan bahwa tuduhan orang luar mengenai kelompok Islam tradisi tidak terbukti, sebab kita tetap bisa berdialog dengan modernitas, Cuma beda dialognya dengan kaum fundamentalis dan kaum modernis.
c. Sejarah Perkembangan dan Pertumbuhan Islam Tradisi
Berbicara mengenai Islam tradisi adalah berbicara mengenai kaum salaf. Dalam sejarahnya, Islam tradisi merupakan hasil cipta rasa dari kaum sunni (aliran sunni atau ahlussunnah). Aliran ini muncul karena peristiwa-peristiwa berikut:
1) Fitnah pada saat Rasulullah SAW wafat. Ketika Rasulullah Muhammad SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan Anshar siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan mengakibatkan perang saudara antar kaum muslimin Muhajirin dan Anshor. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk menentukkan siapa Khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah.
2) Fitnah masa khalifah ke-3. Pada masa kekhalifahan ke-3, Utsman bin Affan, terjadi fitnah yang cukup serius di tubuh Islam pada saat itu, yang mengakibatkan terbunuhnya Khalifah Utsman. Pembunuhnya ialah suatu rombongan delegasi yang didirikan oleh Abdullah bin Saba' dari Mesir yang hendak memberontak kepada Khalifah dan hendak membunuhnya. Abdullah bin Saba' berhasil membangun pemahaman yang sesat untuk mengadu domba umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam. Kemudian masyarakat banyak saat itu, terutama disponsori oleh para bekas pelaku pembunuhan terhadap Utsman, berhasil membunuh beliau dengan sadis ketika beliau sedang membaca al-Qur'an.
3) Fitnah masa khalifah ke-4. Segera setelah bai'at Khalifah Ali mengalami kesulitan bertubi-tubi. Orang-orang yang terpengaruh Abdullah bin Saba' terus menerus mengadu domba para sahabat. Usaha mereka berhasil. Para sahabat salah paham mengenai kasus hukum pembunuhan Utsman. Yang pertama berasal dari janda Rasulullah SAW, Aisyah, yang bersama dengan Thalhah dan Zubair berhasil diadu domba hingga terjadilah Perang Jamal atau Perang Unta. Dan kemudian oleh Muawiyah yang diangkat oleh Utsman sebagai Gubernur di Syam, mengakibatkan terjadinya Perang Shiffin. Melihat banyaknya korban dari kaum muslimin, maka pihak yang berselisih mengadakan ishlah atau perdamaian. Para pemberontak tidak senang dengan adanya perdamaian diantara kaum muslimin. Kemudian terjadi usaha pembangkangan oleh mereka yang pada awalnya berpura-pura/munafik. Merekalah Golongan Khawarij.
4) Tahun jama’ah. Kaum Khawarij ingin merebut kekhalifahan. Tapi terhalang oleh Ali dan Muawiyah, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh keduanya. Ibnu Muljam dari Khawarij berhasil membunuh Khalifah Ali pada saat khalifah mengimami shalat subuh di Kufah, tapi tidak terhadap Muawiyah karena dijaga ketat. Bahkan Muawiyah berhasil mengkonsolidasikan diri dan umat Islam, berkat kecakapan politik dan ketegaran kepemimpinannya. Karena belajar oleh berbagai pertumpahan darah, kaum muslim secara pragmatis dan realistis mendukung kekuasaan de facto Muawiyah. Maka tahun itu, tahun 41 Hijriyah, secara khusus disebut tahun persatuan ('am al-jama'ah).
5) Sunnah madinah. Kaum muslimin mendalami agama berdasarkan Al-Qur'an, dan memperhatikan serta ingin mempertahankan sunnah Nabi di Madinah. Akhirnya ilmu hadits yang berkembang selama beberapa abad, sampai tuntasnya masalah pembukuan hadis sebagai wujud nyata Sunnah pada sekitar akhir abad ke-3 hijriyah. Saat itu, lengkap sudah kodifikasi hadis dan menghasilkan al-Kutub al-Sittah (Buku Yang Enam) yakni oleh al-Bukhari (w. 256 H), Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 273 H), Abu Dawud (w. 275), al-Turmudzi (w. 279 H), dan al-Nasa'i (w. 303 H).
Kemudian masa perkembangan Ahlus-Sunnah pada masa kekuasaan Bani Umayyah masih dalam keadaan mencari bentuk, hal ini dapat dilihat dengan perkembangan empat mazhab yang ada di tubuh Sunni. Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi, hidup pada masa perkembangan awal kekuasaan Bani Abbasiyah. Yaitu madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i serta Hambali. Selanjutnya praktek Islam tradisionalis juga dapat dijumpai di India, Mesir, turki, dan juga Indonesia.
d. Karakteristik Islam Tradisi
Karakteristik (ciri-ciri atau corak pemikiran) Islam tradisi adalah sebagai berikut:
1) Memegang teguh pada prinsip. Karena keteguhanya ini, orang luar terkadang salah paham dengan menilainya eksklusif (tertutup) atau fanatik sempit, tidak mau menerima pendapat, pemikiran dan saran dari kelompok lain (terutama dalam bidang agama). Hal ini dikarenakan mereka mengganggap bahwa kelompoknya yang paling benar.
2) Bersifat toleran dan fleksibel. Karena sifat tolerannya terhadap tradisi maka orang luar terkadang salah paham dengan menilainya tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan yang non-ajaran. Dengan ciri demikian, Islam tradisionalis mengganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan. Misalnya, tentang ajaran menutup aurat dan alat menutup aurat berupa pakaian. Yang merupakan ajaran adalah menutup aurat, sedangkan alat menutup aurat berupa pakaian dengan berbagai bentuknya adalah bukan ajaran. Jika ajaran tidak dapat diubah, maka yang bersifat non-ajaran dapat dirubah. Kaum islam tradisionalis tidak dapat membedakan antara keduanya, sehingga alat menutup aurat berupa pakaian-pun dianggap ajaran yang tidak dapat dirubah.
3) Berpijak masa lalu untuk masa depan. Islam tradisionalis menilai bahwa berbagai keputusan hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang harus diikuti. Hal demikian muncul sebagai akibat dari pandangan mereka yang terlampau mengagungkan para ulama masa lampau dengan segala atributnya yang tidak mungkin dikalahkan oleh para ulama atau sarjana yang muncul belakangan. Walau demikian, pemahaman sebagai manhaj al-fikr juga membuka kemungkinan untuk diadakan ijtihad baru terhadap permasalahan yang mengemuka di era sekarang.
4) Hati-hati dalam melakukan penafsiran teks agama. Keteguhan pada teks membuat kelompok ini dituduh sangat tekstulis, padahal tuduhan itu tidak tepat karena apa yang dilakukan kaum sunni ini adalah sikap kehati-hatiannya dalam mengambil hukum. Sehingga orang luar sering menuduhnya memahami ayat-ayat al-Qur’an secara tekstual tanpa melihat latar belakang serta situasi sosial yang menyebabkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut diturunkan, sehingga jangkauan pemakaian suatu ayat sangat terbatas pada kasus-kasus tertentu saja tanpa mampu menghubungkannya dengan situasi lain yang memungkinkan dijangkau oleh ayat tersebut.
5) Cenderung tidak mempersalahkan tradisi yang terdapat dalam agama. Pada waktu Islam datang ke Indonesia, di Indonesia sudah terdapat berbagai macam agama dan tradisi yang berkembang dan selanjutnya ikut mewarnai tradisi dan paham keagamaan yang ada. Tradisi yang demikian itu kalau yang baik tidak dipermasalahkan yang penting dapat menentramkan hati dan perasaan mereka. Sedangkan tradisi yang bertentangan dengan Islam harus dihilangkan atau diganti dengan yang substansinya sesuai dengan ajaran Islam.
e. Islam Tradisi di Indonesia
Islam Tradisi yang berkembang di Indonesia sudah lama sejak era Walisongo.Pada kemudian hari kaum tradisionalis ini identik dengan warga Nahdathul Ulama (NU) dimana akar kultur PMII berada
SEJARAH NEGARA-BANGSA INDONESIA
1. Indikator
Ø Memahami sejarah negara bangsa Indonesia secara komprehenship, baik sisi geografis, kesejarahan, hingga era modern.
Ø Inspirasi bagi kita semua bahwa kita ini bisa berdiri sendiri, tidak perlu dipapah orang lain, untuk berdiri dan berjalan seribu tahun lagi, membangun negeri.
Ø Harapannya akan semakin membuat kita mengerti dan bisa menjawab pertanyaan; apa yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sekarang ini untuk menata dirinya agar tetap bisa tetap survive dalam kehidupan globalisasi.
2. Abstraksi
Sejarah perkembangan negara-bangsa Indonesia tidak lepas dari situasi global baik dalam konteks sosio-ekonomi, sosio-politik maupun sosio-kultural. Bangsa Indonesia berkembang dalam beberapa peristiwa yang kental di masa penjajahan, baik fisik maupun psikis. Penjajahan telah menciptakan kemunduran peradaban sampai titik nadir telah membentuk pribadi, karakter dan tatanan sosial masyarakat yang sangat memprihatinkan. Warisan mental kolonial yaitu nalar inlander (nalar minder pada asing) masih sangat kuat hingga sekarang. Termasuk dengan munculnya nama ”Indonesia” pun juga tidak murni produk bangsa sendiri, melainkan istilah pemberian orang asing. Karenanya, istilah ”Indonesia” dengan sendirinya sangat kolonialistis dan membodohkan.
Indonesia banyak yang “hilang” jati dirinya sehingga berakibat pada rusaknya karakter bangsa. Perlu diingat, sebuah bangsa akan maju dan jaya bukan disebabkan oleh kekayaan alam, kompetensi, ataupun teknologi canggihnya, tetapi karena dorongan semangat dan karakter bangsanya. Atau, dapat disimpulkan bahwa bangsa yang didorong oleh karakter bangsanya akan menjadi bangsa yang maju dan jaya. Sementara bangsa yang kehilangan karakter bangsanya akan sirna dari muka bumi.
3. Nusantara periode pra-sejarah
Fosil-fosil Homo erectus yang ditemukan di beberapa tapak di Jawa menunjukkan kemungkinan kontinuitas populasi mulai dari 1,7 juta tahun hingga 50.000 tahun yang lalu. Rentang waktu yang panjang menunjukkan perubahan fitur yang berakibat pada dua subspesies berbeda Homo erectus paleojavanicus yang lebih tua daripada Homo erectus soloensis. Swisher (1996) mengajukan tesis bahwa hingga 50.000 tahun yang lalu mereka telah hidup sezaman dengan manusia modern homo sapiens.
Migrasi Homo sapiens (manusia modern) masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan terjadi pada rentang waktu antara 160.000 dan 100.000 sampai tahun yang lalu. Masyarakat berciri fisik Austrolomelanesoid, yang kelak menjadi moyang beberapa suku pribumi di semenanjung Malaya (Semang), Filipina (Negrito), Aborigin (Australia), Papua dan Melanesia, memasuki kawasan Paparan Sunda. Mereka kemudian bergerak ke timur. Gua Niah di Sarawak memiliki sisa kerangka tertua yang mewakili masyarakat ini (berumur sekitar 60 sampai 50 ribu tahun). Sisa-sisa tengkorak ditemukan pula di gua-gua daerah karst di Jawa (Pegunungan sewu). Mereka adalah pendukug kultur Paleolitikum yang belum mengenal budidaya tanaman atau beternak dan hidup meramu (hunt and gathering).
Penemuan seri kerangka makhluk mirip manusia di Liang Bua (Pulau Flores), membuka kemungkinan adanya spesies Hominid ketiga, yang saat ini dikenal sebagai Homo Floresiensis.
Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan (China) dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM. Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir sebelum masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju yaitu kerajaan (karena sebelum itu belum dikenal system kerajaan).
4. Periode proto-sejarah
Kalau melihat relief dalam (Bas-relief) pada Candi Borobudur, menunjukkan kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri, yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara.
Kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang Tiongkok hingga Yunani, yang sangat sedikit. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, berbagai rempah-rempah, seperti Lada, Gaharu, Cendana, Pala, Kemenyan, serta Gambir, dan juga Emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta Kapitayan (Animisme). Temuan-temuan Arkeologi dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta Ptolomeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatera.
5. Era Pra-Kolonial
Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan tanggal adalah dari abad ke-5 mengenai dua kerajaan bercorak Hinduisme: Kerajaan Taruma Negara menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.
Di saat Eropa memasuki masa renaisans, Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ribuan tahun dengan dua kerajaan besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa, ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang sering kali menjadi vazal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perdagangan (seperti di Maluku).
a. Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindhu Majapahit di Jawa Timur. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam Wiracarita Ramayana.
b. Kerajaan Islam
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar Abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat sejak abad 7.
Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Bangsa arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai Sumatra. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Azia dari Kekhalifahan Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12 November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah dari Ternate.
Kerajaan Islam di Indonesia kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abadke-16 di Jawa dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar dakwah atau Mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan Islam yang datang dari luar Indonesia maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para Mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk diantaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Eropa,Kerajaan Mataram, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku.
Sementara di Jawa, pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Wali Songo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari syekh siti Jenar.
Raden Patah mampu membangun fondasi pemerintahan Islam Demak dengan mendapat dukungan penuh dari Dewan Wali. Pada masa ini, Islam mulai menyebar terutama di pesisir Jawa. Demak bahkan menjadi penguasa lautan Jawa dengan armada lautnya yang dikenal tangguh. Di bawah pemerintahan Pati Unus, Demak berwawasan Nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu. Maka Demak menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1511. Walau serangan ini kurang berhasil namun mampu membuat Portugis memperhitungkan kedahsyatan Demak. Ternyata Demak mempunyai mental bertanding menyerang ke kandang orang. Penggantinya, Sultan Trenggana memperkuat penguasaan teritori Jawa. Portugis merasa ancaman Demak sudah tidak mengkhawatirkan lagi, sehingga ia berani masuk ke Sunda Kelapa. Namun diserang oleh Sultan Trenggono, dengan mengirim pasukan yang dipimpin menantunya, Syarif Hidayatullah, pemuda asal Samudra Pasai, yang berhasil menghancurkan Portugis (1527). Kota Sunda kelapa diganti menjadi Jaya karta (Jakarta) yang artinya Kota Kemenangan. Sejak itu, Portugis tidak berani masuk Jawa lagi, ia kemudian lebih memilih ke Maluku dengan melewati perairan Jawa bagian utara yang dekat dengan Kalimantan dan Sulawesi.
Di bawah Sultan Trenggana pula, Demak juga merebut Padjajaran (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Kerajaan Blambangan , kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527-1546). Di era Sultan Trenggono inilah, Demak mampu menyebarkan Islam di Jawa, dari Jawa Timur, Jawa Tengah hingga Jawa Barat (khususnya di pesisir dengan keberadaan Kerajaan Cirebon yang dipimpin oleh menantunya, Syarif Hidayatullah). Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Pada masa Sunan Prawoto terjadi geger di internal keluarga kerajaan Demak, hingga muncul Joko Tingkir yang akhirnya memindahkan Kerajaan Demak ke Pajang di pedalaman Jawa Tengah, hingga kemudian lahir Mataram Islam yang akhirnya pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Jogjakarta.
6. Era Kolonial
Sebagaimana diketahui, bahwa sepanjang abad 17 hingga awal abad 20, Nusantara merupakan sumber pendapatan ekonomi penting bagi negara-negara Eropa, khususnya Belanda, Portugis, Inggris dan Spanyol. Ketika itu kolonialisme merupakan bentuk hubungan antar bangsa. Dalam pola hubungan tersebut, apa yang terjadi di Eropa memiliki dampak kepada Indonesia. Diantaranya adalah kesadaran nasionalisme serta hak untuk merdeka. Juga ketika Perang Dunia II terjadi, Indonesia sebagai jajahan Jepang merasakan dampaknya. Cerdasnya, ketika PD II tersebut, kaum pergerakan Indonesia mampu memanfaatkan kekalahan Jepang (kubu Axis) untuk memproklamasikan kemerdekaan (1945).
a. Kolonialisasi Portugis
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi, eksplorasi dan ekspansi. Pada 1511, Portugis berhasil menguasai Malaka, sebuah emporium yang menghubungkan perdagangan dari India dan Cina. Dimulai dengan ekspedisi, eksplorasi yang dikirim dari malaka yang baru ditaklukkan, Portugis berhasil mengendalikan perdagangan rempah-rempah seperti lada, cengkeh, pala dan fuli dari Sumatra dan Maluku. Dengan kekuatannya yang lebih canggih, mereka mampu menahan serangan Penguasa Demak, Adipati Unus (1511).
Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga dan untuk memperluas usaha Misionaris Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda. Pada 1512, Alfonso D`Albuquerque (pimpinan Portugis di Malaka) mengirim sebuah armada ke tempat asal rempah-rempah di Maluku. Dalam perjalanan itu mereka singgah di Banten, Sundakalapa, dan Cirebon.
Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara pulau jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Keraan Sundaj, Sri Baduga Prabu Siliwangi mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota Surawisesa ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama Lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellhan. Komandan benteng Portugis di Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kalapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tandatangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh Joao de Barros dalam bukunya Da Asia yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka beliau akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.
Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia Jakarta.
Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso Sundanese padrao atau Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrao saat mereka menemukan tanah baru. Padrao tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India. Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak dibawah pimpinan Fatahillah ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.
Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Dengan menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus menuju Maluku Utara, akhirnya tiba juga di Ternate. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon dan Solor.
Portugis memantapkan kedudukannya di Maluku dan sempat meluaskan pendudukannya ke Timor. Dengan semboyan "gospel, glory, and gold" mereka juga sempat menyebarkan agama Katolik, terutama di Maluku. Namun demikian, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makau dan Cina serta gula diBrazil.
Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate, dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda. Waktu itu, Nusantara hanyalah merupakan salah satu mata rantai saja dalam dunia perdagangan milik Portugis yang menguasai separuh dunia ini (separuh lagi milik Spanyol) sejak dunia ini dibagi dua dalam Perjanjian Tordesillas tahun 1493. Portugis menguasai wilayah yang bukan Kristen dari 100 mil di sebelah barat Semenanjung Verde, terus ke timur melalui Goa di India, hingga kepulauan rempah-rempah Maluku. Sisanya (kecuali Eropa) dikuasai Spanyol.
Pengaruh Portugis terhadap budaya Indonesia relatif kecil. Sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari Bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.
b. Kolonialisasi Belanda
Sejak dasawarsa terakhir abad ke-16, para pelaut Belanda berhasil menemukan jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis sejak awal abad ke-16. Pada 1595, sebuah perusahaan dagang Belanda yang bernama Compagnie van Verre membiayai sebuah ekspedisi dagang ke Nusantara. Ekpedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara.
Kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Ketiga kapal kembali ke negerinya dengan muatan penuh. Sementara itu, kapal lainnya meneruskan perjalanannya sampai ke Maluku untuk mencari cengkih dan pala.
Dengan semakin ramainya perdagangan di perairan Nusantara, persaingan dan konflik pun meningkat. Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun dengan pedagang asing lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische Compagnie (Serikat Perusahaan Hindia Timur) disingkat VOC.
Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat yang bergerak di kawasan India dan sekitarnya. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan Monopoli terhadap Perdagangan di Nusantara.
VOC terdiri 6 Bagian Kamers di Amsterdam, Middelburg untuk Zeeland, Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.
Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini menjadi kuat karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Pemerintah Kerajaan Belanda (dalam hal ini Staaten General), memberi "izin dagang" (octrooi) pada VOC. Misalnya, VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara. VOC boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia, bahkan merebut wilayah-wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. VOC juga boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri. Dikatakan juga bahwa octrooi itu selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak itu hanya armada-armada dagang VOC yang boleh berdagang di Asia (monopoli perdagangan).
Jadi, pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama VOC yang telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah ini oleh Parlemen Belanda sejak tahun1602. Sejak 1619, markas VOC ada di Batavia (istilah mereka menyebut Betawi), yang sebelumnya bernama Jaya Karta (Jakarta).
Dengan kekuasaan yang besar, VOC akhirnya menjadi "negara dalam negara" dan dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681-1684) menjadi Gubernur Jenderal VOC, kota-kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah berhasil dikuasai. Ambon dikuasai tahun 1630. Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru diserahkan Mataram kepada VOC antara tahun 1677-1705. Sementara di daerah pedalaman, raja-raja dan para bupati masih tetap berkuasa penuh. Peranan mereka hanya sebatas menjadi "tusschen personen" (perantara) penguasa VOC dan rakyat.
Upaya tersebut dilakukan melalui penggunaan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk kepulauan Banda terus menjual Pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. Mataram di era Sultan Agung pernah menyerang VOC di Batavia tahun 1628 dan 1629 tetapi gagal.
Sejak itulah, secara mudah,Belanda perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini bernama Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. VOC juga terlibat dalam politik internal Jawa, dan bertempur yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 (ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 300 tahun (bukan 350 tahun karena ada masa Indonesia dijajah Portugis, Britania/Inggris, Prancis dan Jepang, yaitu suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa PD II). Waktu 350 tahun yang diklaim penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia.
Pada awal abad 19, terjadi perubahan politik di Belanda dimana Raja Louis diturunkan oleh kakaknya yang juga Raja Preancis, Napoleon Bonaparte III karena membuka Bandar lautnya untuk berdagang netral sehingga Inggris bisa masuk (pada waktu itu, status Belanda hanyalah salah satu profinsi Negara Perancis). Padahal Perancis sedang menggalang kekuatan bangsa Eropa daratan untuk menutup akses Inggris. Pada awal tahun 1808, Perancis mengirim Herman Willem Daendels ke Banten. Bendera Perancis segera dikibarkan di beberapa loji dagang milik VOC. Hal ini mengawali sejarah kolonialisme Perancis di tanah Jawa yang hanya berlangsung selama tujuh bulan saja.
Situasi politik di Eropa menempatkan Inggris (Britania) sebagai pemenang, maka Jawa berpindah dari Perancis ke wilayah kekuasaan Inggris yang hanya lima tahun. Pada masa itulah, tampil Sir Thomas Rafles menjadi Gub Jen (Gubernur Jenderal) yang baru dan menemukan Candi Borobudur yang sempat hilang karena lava gunung merapi. Pemugarannya sangat lama, sejak masa jajahan Inggris sampai Indonesia merdeka (dengan dibantu UNESCO). Rafles mendirikan Kebun Raya Bogor (KRB) pada tahun 1810-an setelah istrinya meningal dan dimakamkan di KRB. Setelah itu Sir Thomas Rafles menulis buku yang berjudul "History of Java".
Di sisi lain, pada tahun 1816, Pemerintah Belanda kini telah mengambil alih kepemilikan VOC dan berhasil mengambil kembali Nusantara. Pada tahun 1824 Inggris dan Belanda saling mengakui daerah koloni mereka masing-masing. Inggris mengakui penguasaan Belanda atas Jawa, Sumatera dan wilayah Hindia lainnya, sementara itu Belanda mengakui India dan Malaya sebagai wilayah yang berada di bawah penguasaan Inggris.
Selama satu abad ini, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya dari Sabang sampai Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907), Perang di Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang Puputan di Bali (1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (1852-1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di Tanah Batak (1878-1907), dan Perang Aceh (1873-1912). Pemerintah Belanda juga membagi penduduk menjadi tiga tingkat, yaitu : Warga negara kelas satu (orang Eropa), kelas dua berisi warga etnis Asia Timur (Arab dan Cina) dan paling bawah adalah kaum pribumi atau inlannder.
Setelah tahun 1830, system Tanam Paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam Bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti Teh, Kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya - baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut kebijakan Beretiaka (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral Johannes Benedictus Van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
c. Munculnya gerakan nasionalisme pribumi
Seiring dengan adanya politik etik Belanda, mulai muncul pula semangat gerakan nasionalisme yang disuarakan kaum pribumi guna memperbaiki nasib bangsanya. Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Sarikat Dagang Indonesia dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.
Pada Mei 1940, awal PD II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohamad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami Siksaan, terlibat perbudakan seks pada PD II, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan Kejahatan Perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak dan Sabah, Malaya Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Masa Pra Kemerdekaan
Masuknya penjajah asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan awal tertanamnya pengaruh barat di Indonesia. Berdirinya VOC tahun 1602 merupakan awal dari jatuhnya Indonesia ke tangan Belanda secara ekonomis maupun politis. Pada era penjajah ini Negara-Negara kapitalis Barat menanamkan pengaruhnya sekaligus mengendalikan masyarakat Hindia-Belanda sebagai cikal bakal Negara-Bangsa Indonesia. Pada akhir abad ke-19 terjadi perubahan yang berarti pada kehidupan masyarakat Hindia-Belanda sebagai dampak dari adanya perubahan yang mendasar di kalangan Negara-Bangsa Barat di Eropa. Periode ini disebut dengan Era”Nation State”.
a. Era kebangkitan Natin-State
Pada tahun 1890-an seorang pemikir Prancis “Ernest Renan” ia menuangkan konsep Konsep ini memberikan perubahan yang cukup besar yang kemudian memunculkan dari kajiannya di bidang politik ke dalam bukunya yang berjudul What is a Natin? berdirinya Negara-Bangsa di Eropa. Perubahan ini berdampak pada Kepda Negara-Negara jajahan seperti Hindia-Belanda.
Bersamaan dengan munculnya Negara-Bangsa di Eropa pemerintah Kolonial Belanda memberlakukan politik etis di Hindia-Belanda. Salah satu pengaruh dari munculnya perubahan di Eropa yaitu pada kebijakan kebijakan Kolonial Balanda dalam Politik Etis. Kebijakan ini bermula dari usulan dari anggota parlemen Negara Belanda yang bernama C. Th. Van Deveventer. Pada tahun 1899 Vandeventer menulis buku”utang budi” yang mengemukakan, bangsa Belanda berutang kepada Hindia-Belanda oleh keuntungan yang diperoleh selama dasawarsa yang lalu. Atas dasar ini, pidato Ratu Wilhelmina pada tahun 1901 mengumandangkan bemulanya zaman baru dalam politik kolonial lazim disebut Politik Etis.
Dampak paling nyata diberlakukannya Politik Etis adalah terbukanya pendidikan modern ala Barat bagi kaum pribumi. Mulanya kesempatan ini diisi kaumpriyayi, namun dengan adanya kebutuhan birokrasi yang makin meningkat banyak juga anak-anak priyayi rendah dan anak orang biasa yang masuk dalampendidikan tersebut. Akibat dari kondisi yang demikian adalah perubahan struktur sosial masyarakat Hindia-Belanda.
Struktur Hindia-Belanda (khususnya Jawa) yang dulunya hanya dari golongan priyayi kraton dan rakyat jelata, kini bergeser karena ada kelompok profesional baru yaitu para birokrat yang secara sosial mendapat sebutan priyayi. Pada awalnya golongan priyayi keraton menempati posisi yang tinggi di masyarakat. Dengan masuknya kolonial posisi ini jadi tergeser. Untuk mempertahankan posisinya di hadapan masyarakat jawa tidak segan-segan menjadi alat kolonial Belanda. Pertarunga ini terlihat jelas dalam organisasi BO (Budi Utomo) yang berdiri tahun1908. disini terjadi pertarungan yang tajam antara kaum priyayi konservatif yang ingin mempertahankan posisinya dengan golongan priyayi muda yang lebih berorientasi Barat yang lebih modern, liberal dan terbuka. Dengan gagasan yang cemerlang priyayi muda ini mampu menyingkirkannya dalam tubuh BO. Kelompok muda yang dipimpin oleh dr, Sutomo, dr. Gunawan Mangun Kusumo, dr, Rajiman berhasil mengkomunikasikan pemikiran barat mengenai nasionalisme.
Karena pengaruh pemikiran barat yang dibawa kaum muda yang berhasil mengenyam pendidikan modern ala Barat dan didukung oleh perubahan yang terjadi di Eropa tentang Negara-Bangsa, akhirnya semangat Nasionalisme berhasil mempengaruhi wacana Hindia-Belanda. Akibat lebih lanjut dari suasana politik internasional yang demikian, munculah organisasi-organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan. Namun karena keterbatasan jangkauan dan interaksi semangat nasionalisme ini hanya bersifat etnis dan lokal seperti Jong Jawa, Jong Sumatra, Jong Celebes, Jong Islament Bond, SI dan sejenisnya.
Menjelang Perang Dunia I, tahun 1917, di Rusia terjadi revolusi Bolshevik. Revolusi yang dimotori oleh Lenin ini berhasil memunculkan idelogi komunisme yang kemudian berkembang dengan berbagai varian di belahan dunia termasuk di Indonesia. Revolusi ini menjadi embrio terbentuknya Negara-negara komunis yang akhirnya bergabung dengan blok fakta warsama. Revolusi ini juga yang menjadi inspirasi bangkitnya gerakan komunis di Indonesia yang melakukan pemberontakan tahun1926.
b. Dampak Perang Dunia I
Ketegangan yang terjadi di Negara-negara Barat memuncak dengan meletusnya perang Dunia I pada tahun 1918. Beberapa Negara Eropa diantaranya Jerman, Prancis, Inggris, Rusia terlibat peperangan. Kejadian seperti ini berpengaruh pada Negara-negara jajahan di Asia. Seperti India, Turki, Jepang, termasuk Hindia Belanda hingga melahirkan gelombang revolusi Asia. Pertempuran tentara Inggris di India Menjadi ilham bagi bangsa Indonesia untuk memeperkokoh semangat nasionalisme dalam suatu jalinan yang utuh yang kemudian bangsa Indonesia mampu mengkonstruksi faham kebangsaannya secara utuh dan terpadu melalui Sumpah Pemuda tahun 1928 yang kemudian melahirkan wacana Negara-Bangsa Indonesia. Dengan kata lain kondisi politik pasca Perang Dunia I telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia mengenai konsep Negara-Bangsa mengenai kesadaran Nasionalisme.
c. Era Konsolidasi Kapitalisme
Setelah PD I banyak Negara-negara kapitalis-imperialis mengalami kebangkrutan akibat biaya perang yang cukup tinggi, dampak dari momentum ini yaitu terjadinya resesi ekonomi (malase) pada awal tahun 1930-an. Untuk mengembalikan kondisi seperti ini Negara-negara tersebut mulai melakukan konsolidasi. Sejak itu Negara imperialis mulai terlihat, yaitu Imperialis-Komunis (sovyet), Imperialis-Kapitalis (AS dan Inggris), Imperialis (Jerman) dan Imperialis-Totaliter (Jepang). Di bidang ekonomi dilakukan restrukturisasi pada sektor moneter maupun sektor riil.
Di bidang sosial, mulai dilakukan proses rekayasa sosial (social enginering) melalui penyusunan beberapa konsep dan teori sosial. Salah satu teori yang sangat terkenal yang hendak diuji cobakan di Negara-negara jajahan adalah teori strukturalis fungsionalis dari sosiolog Amerika Talcott parsons.
Dalam masa konsolidasi ini, mulai terjadi polarisasi Negara-negara imperialis. Negara-negara imperialis-kapitalis dan imperialis komunis bergabung menjadi satu membentuk blok Sekutu/Allies (AS, Inggris, Unisovyet dll), imperialis-totaliter membentuk satu blok yang disebut blok Axis (Jerman, Jepang, Italia dan Spanyol).
Selama ini bangsa Indonesia juga melakukan konsolidasi kebangsaan. Di kalangan bangsa Indonesia, pada saat ini siudah terbentuk suatu imajinasi kolektif mengenai Negara Indonesia yang merdeka, namun mereka belum bisa mencari jalan untuk memproklamirkan kemerdekaan. Gerakan-gerakan organisatoris yang bersifat politis mulai dilakukan oleh para tokoh Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir, Tan malaka dan rekan-rekan seperjuangannya mulai membentuk konsep-konsep kebangsaan modern. Naun hegemoni Negara imperialis masih sulit bagi mereka untuk merebut dan menyatakan kemerdekaan.
Sementara konflik antar berbagai Negara Imperialis makin menajam hingga akhirnya mencapai puncak pada peristiwa PD II tahun 1939. sepanjang PD II Indonesia menjadi perebutan dari masing-masing pihak yang sedang bertempur untuk dijadikan pangkalan dalam mempertahankan kepentingan geo-politik dan geo-strategi masing-masing pihak.
Hal ini terlihat pada peperangan AS dengan Jepang dalam memperebutkan pulau sabang sebagai pelabuhan alam yang strategis untuk superioritas dan dominasi wilayah lautan Hindia, serta perebutan sengit untuk menguasai daerah Morotai sebagai pangkalan udara yang strategis untuk mendominasi wilayah lautan Pasifik.
Dalam suasana peperangan di Asia Pasifik inilah, seorang tokoh Indonesia yang bernama Sukarno dan kawan-kawan berhasil memanfaatkan situasi dan “mencuri moment” hingga singkatnya melahirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dengan hal ini Sukarno dan kawan-kawan mampu memanfaatkan moment yaitu dengan bermain mata dengan Jepang yang mengalami kekalahan dari blok sekutu.
Sabagaimana tradisi yang berkembang di kalangan Negara-negara penjajah yang sedang terlibat dalam peperangan, mereka yang kalah harus menyerahkan Negara jajahan yang dikuasainya, seperti Filipina yang harus beralih ke tangan Amerika ketika Negara yang menjajah ”spanyol” dikalahkan oleh Amerika. Demikian juga Indonesia meskinya ia di tangan Amerika dan Inggris, ketika Jepang berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda dikalahkan oleh AS. Namun berkat kelicikan Jepang dan kemahiran Politik Sukarno dan kawan-kawan, akhirnya lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1945.
Setelah hal ini terjadi, sebagai upaya untuk menguasai kembali Negara Indonesia yang telah merdeka, tentara sekutu yang dimotori oleh Amerika dan Inggris di bawah pimpinan Jendral Mallaby datang membonceng tentara Balanda ke Indonesia. Kedatangan itu dengan dalih melucuti senjata Jepang yang telah kalah perang. Kedatangan tantara sekutu ini dihadapi oleh tantara Islam dengan mati-matian. Karena tentara tidak merespon kedatangan sekutu secara serius, maka para Ulama NU pada tanggal 21 Oktober 1945 mengeluarkan Resolusi jihad yang berisi seruan perang suci bagi kaum muslimin untuk mengangkat senjata guna mempertahankan NKRI dari serangan sekutu. Seruan ini menggema di seluruh pulau jawa hingga mengorbankan semangat pahlawan seluruh kaum muslimin yang berjuang pada terjadinya 10 November 1945 yang dikenal sebagai hari Pahlawan.
B. Situasi Luar Di Masa Awal Kemerdekaan
Setelah PD II terjadi hubungan yang mendasar antar Negara baik dari segi sosial, politik dan ekonomi, banyak Negara yang menuntut kenerdekaan baik dengan berjuang secsrs fisik maupun diplomatik. Menghadapi hal ini, Negara- Negara kapitalis segera melakukan konsolidasi, mereka menginginkan agar mereka tidak kehilangan pengaruh di Negara-negara jajahan, pada bulan juli 1944 negara-negara kapitalis-imperialis mengadakan pertemuan Bretton Woods untuk merumuskan strategi untukmenghadapi Negara-negara baru dan akan berkembang.
Hasil pertemuan itu diantaranya di bidang ekonomi; pertama mendirikan World Bank, dan IBRD yang beroperasi tahun1946. lembaga ini berfungsi memberi pinjaman kepada Negara-negara yang baru merdeka atau hancur akibat PD II duntuk pembangunan dengan persyaratan model tertentu. Kedua mendirikan IMF yang beroperasi 1947 untuk memberikan pinjaman dalam neraca pembayaran luar negeri dan memasukkan disiplin financial tertentu; ketiga mendirikan GATT beroperasi 1947, berfungsi memajukan dan mengatur perdagangan dunia agar sesuai dengan kepentingan kapitalis.
Di bidang politik Negara-negara kapitalis-imperialis memotori berdirinya PBB tahun 1945. di samping itu disepakati pula deklarastion human Rights, suatu deklarasi yang memberikan perlindungan tentang hak-hak asasi manusia. Di sisi lain blok Negara-negara komunis membentuk pula fakta kerja sama ekonomi di bawah payung yang diberi nama COMECON. Keputusan-keputusan tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar bagi berakhirnya penjajahan fisik.
Namun demikian bukan berarti pengaruh Negara-negara imperialis kapitalis maupun imperialis- komunis berakhir di Negara-negara jajahan. Dengan berbagai kekuatan kedua blok tersebut terus menebar pengaruhnya di Negara yang baru merdeka. Lembaga-lembaga yang baru saja terbentuk itu di samping sebagai pengendali Negara-negara terjajah yang baru merdeka juga sebagai alat ”pencuci tangan” dari Negara bekas jajahannya.
STUDI GENDER
Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan banyak hal. Yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial dan kulturan melalui ajaran agama maupun Negara. Mengapa jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan gender?
Konsep penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep sex (jenis kelamin) dan konsep gender (konstruksi sosial). Pemahaman terhadap perbedaan antara konsep sex dan gender sangat diperlukan untuk melakukan analisis dan memahami persoalan-persoalan mengenai ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena adanya kaitan antara perbedaan gender (gender difference) dan ketidak adilan gender (gender inequlities) dengan struktur keadilan masyarakat secara lebih luas.
Perbedaan anatomi biologis antara laki-laki dan perempuan cukup jelas akan tetapi efek yang timbul akibat perbedaan jenis kelamin inilah meimbulkan perdebatan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis (sex) melahirkan seperangkat konsep budaya. Interpretasi budaya terhadap jenis kelamin inilah yang disebut gender. Sesungguhnya atribut dan beban gender tidak mesti ditentukan oleh atribut biologis. Jadi dapat dibedakan antara pemilikan laki-lakidan perempuan sebagai peristiwa sosial budaya dan pemilikan laki-lakidan perempuan sebagai peristiwa biologis. Yang pertama bisa disebut alat kelamin biologi. (phisikal genital) dan yang kedua dapat disebut alat kelamin budaya (cultural genital). Secara biologis memang alat kelamin adalah konstruksi biologis karena bagian anatomi seseorang yang tidak terkait dengan keadaan sosial budaya masyarakat (gender less). Akan tetapi secara budaya alat jenis kelamin menjadi faktor paling penting dalam melegitimasikan atribut gender seseorang. Begitu atribut jenis kelamin kelihatan, maka pada saat itu konstruksi budaya mulai terbentuk. Atribut ini juga senantiasa digunakan untuk menentukan hubungan relasi gender, seperti pembagian fungsi, peran dan status dalam masyarakat.
ANTROPOLOGI KAMPUS
Universitas adalah tempat untuk memahirkan diri kita,
bukan saja di lapangan technical and managerial know how,
tetapi juga di lapangan mental, di lapangan cita-cita,
di lapangan ideologi, di lapangan pikiran.
Jangan sekali-kali universitas menjadi tempat perpecahan.
***
(Soekarno, Kuliah umum di Universitas Pajajaran, Bandung, 1958).
A. Abstraksi
Kampus boleh dikatakan miniatur negara. Di dalamnya ada politik dan budaya yang bermacam-macam. Kampus tidak dapat difahami hanya sebagai gelanggang akademis dan ilmu pengetahuan, karena nyatanya memang tidak demikian. Kampus terlibat dalam proyek dan pembangunan melalui pemberian legitimasi ‘ilmiah’. Terlebih ketika kampus-kampus negeri mulai berstatus BHMN.
Sementara mahasiswa memiliki tipologi yang beragam, dari mahasiswa religius, hedonis, aktivis, study-oriented dan lain sebagainya. Sebagai sebuah gelanggang semi terbuka, kampus merupakan tempat potensial bagi kader PMII untuk mengasah mental dan pengalaman kepemimpinan melalui pengenalan mendalam terhadap kehidupan nyata kampus.
B. Kampus dan Norma Kampus
1. Pengertian Kampus
Kampus, berasal dari bahasa Latin; campus yang berarti “lapangan luas”, “tegal”. Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Kampus merupakan tempat belajar-mengajar berlangsungnya misi dan fungsi perguruan tinggi. Dalam rangka menjaga kelancaran fungsi-fungsi tersebut, Ubaya sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat), memerlukan penyatuan waktu kegiatan beserta ketentuan-ketentuan di dalam kampus.
Dalam hubungannya dengan mahasiswa, rektorat membentuk sistem yang mengatur posisinya dengan mahasiswa, dari mulai stuktural, birokrasi sampai kepada norma-norma yang diciptakan sesuai dengan kondisi sosial yang ada, misalnya pada kampus berlatar Islam tentunya ada adat-adat yang harus bernafaskan Islam, dsb. Dan, begitu pula halnya pada hubungan antara mahasiswa dengan mahasiswa.
2. Norma Akademik (Etika Kampus)
Norma akademik adalah ketentuan, peraturan dan tata nilai yang harus ditaati oleh seluruh mahasiswa Ubaya berkaitan dengan aktivitas akademik. Adapun tujuan norma akademik adalah agar para mahasiswa mempunyai gambaran yang jelas tentang hal-hal yang perlu dan/seharusnya dilakukan dalam menghadapi kemungkinan timbulnya permasalahan baik masalah-masalah akademik maupun masalah-masalah non akademik.
Masalah akademik adalah masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan kurikuler, Masalah non akademik adalah masalah yang terkait dengan kegiatan non kurikuler. Sedangkan Pelanggaran adalah perilaku atau perbuatan, ucapan, tulisan yang bertentangan dengan norma dan etika kampus. Etika kampus adalah ketentuan atau peraturan yang mengatur perilaku/atau tata krama yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa Ubaya. Etika kampus meliputi 2 hal penting yaitu ketertiban dan tata karma.
Setiap lembaga pendidikan atau kampus biasanya mempunyai menentukan norma akademik (etika kampus) masing-masing sesuai dengan status kampusnya, misalnya, kampus negeri umum yang menginduk ke Dirjen Dikti Diknas RI, di samping terikat oleh aturan yang dibuat oleh Dirjen Dikti tersebut. Demikian juga kampus yang dalam koordinasi Dirjen Dikti Agama Islam Depag seperti kampus UIN, IAIN dan STAIN, juga mengikuti aturan ketentuan norma akademik yang dibuat oleh Depag. Sama halnya dengan kampus swasta milik NU seperti UWH atau STAINU yang berada dalam koordinasi APTINU (Asosiasi Perguruan Tinggi NU) juga mengikuti aturan norma akademik diatur oleh APTINU, di samping juga mengikuti aturan Dirjen Dikti dan aturan internal kampus yang biasanya disusun oleh pimpinan kampus.
Dalam kehidupan perkuliahan, mahasiswa cenderung memiliki sikap aktualisasi dan apresiatif. Yakni sikap atau tindakan unjuk kemampuan dan kehebatan sesuai bakat serta karakter pribadinya masing-masing. Hal ini merupakan sisi positif yang dimiliki oleh seorang mahasiswa. Sehingga diperlukan adanya sebuah sarana dan prasarana dalam menyalurkan bakat dan kreatifitas mereka dan nantinya diharapkan menjadi suatu hal yang produktif dalam meningkatkan pembangunan dan pendidikan negeri ini. Aktualisasi ini bisa berupa bidang olahraga dan seni, kepemimpinan, religi, hingga dana usaha yang mendukung perekonomian kampus menuju kampus yang mandiri. Sumber daya ini begitu sia-sia ketika pihak birokrat kampus tidak memanfaatkannya dengan baik, bahkan melakukan tindakan ‘pembunuhan karakter’ kepada mahasiswa. Padahal SDM seperti inilah yang nantinya mampu melakukan akselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Paling tidak, negara secara tidak langsung diuntungkan dengan berbagai macam potensi anak-anak bangsa yang artinya kaya dengan SDM.
C. Tipologi Mahasiswa
Ada kampus pasti ada civitas akademika, baik rektor, pembantu rektor, dekan, dosen, pegawai, dan mahasiswa. Semua civitas akademika tersebut satu sama lainnya saling terkait. Mahasiswa sebagai komponen utama (karena jumlahnya lebih banyak ketimbang yang lainnya) sangat penting duperhatikan bagi denyut nadi kampus. Mahasiswa datang dari berbagai penjuru daerah tentu mempunyai latar belakang dan karakter yang berbeda-beda.
Sebagai mahasiswa, mayoritas anggota baru PMII perlu memahami berbagai jenis tipologi mahasiswa, dan kira-kira ingin menampatkan dirinya dalam tipe seperti apa. Kita meconba melakukan klasifikasi atas tipologi mahasiswa, walau ini tidak bersifat paten karena setiap diri kita bisa membuat tipologi sesuai dengan yang kita lihat dan rasakan. Anda sendiri bisa memegang dua katagori atau tiga bahkan empat sekaligus dari tipologi yang kitra susun ini. Bahkan mungkin masih membuka munculnya jenis tipologi lainnya. Yang penting semoga Anda bisa berguna bagi diri Anda sendiri dan bagi orang lain dalam lingkungan kehidupan keluarga, organisasi dan masyarakat.
1. Mahasiswa Pemimpin
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu terlihat mencolok dan aktif dibandingkan mahasiswa lainnya. Hidupnya di perkuliahan sangat bervariatif –diisi dengan berbagai kegiatan, dan ia tidak hanya belajar dari kuliah semata, namun juga belajar dari lingkungan. Ia akan aktifg di organisasi, baik intra maupun ektra kampus. Biasanya –tapi tidak mengikat- tipe mahasiswa seperti ini tidak memiliki keinginan yang besar untuk lulus terlalu cepat, karena ia mencari pengalaman sebanyak-banyaknya untuk menjadi pemimpin di masa depan. Cita-citanya, biasanya ingin menjadi pemimpin perusahaan, lurah, bupati, DPR, menteri, bahkan presiden.
2. Mahasiswa Pemikir
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu berpikir dan terus berpikir. Hobinya membaca buku, diskusi dan menulis. Terkadang orang jenis ini –karena terus belajar- tanpa menghiraukan sekitarnya, agar bisa mendapatkan jawaban atas apa yang dipikirkannya. Biasanya tipe mahasiswa seperti ini jika telah lulus ingin jadi ilmuwan, peneliti, dosen atau akademisi.
3. Mahasiswa Study Oriented
Tipikal mahasiswa jenis ini selalu rajin masuk kuliah dan melaksanakan tugas-tugas akademik. Mahasiswa jenis ini tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di kampus. Pokoknya yang penting mendapatkan nilai bagus dan cepat lulus.
4. Mahasiswa Hedonis
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, tidak mau aktif di organisasi. Ia selalu menjalani kehidupan dengan hedonis, glamour, dan happy-happy. Kalau ke kampus sering memakai pakaian yang norak, memakai mobil, dan nongkorong di mall, kafe, dan tempat hiburan lainnya.
5. Mahasiswa Agamis
Tipikal mahasiswa seperti ini kemana-mana selalu membawa al-Qur’an, berpakaian ala orang Arab, tampil (sok) islami, menjaga jarak terhadap lain jenis yang tidak muhrim.
6. Mahasiswa K3 (Kampus, Kos dan Kampung)
Tipikal mahasiswa seperti ini kesibukanya hanya K3, yaitu kampus, kos dan kampung. Kalau tiba jam kuliah ya berangkat kuliah, kalau selesai pulang kos, atau ada waktu cukup pulang kampung.
7. Mahasiswa Santai Semaunya Sendiri
Tipe mahasiswa seperti ini tiada banyak berpikir, selalu menjalani kehidupan apa adanya. Enjoy aja! Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini aktif di bidang seni dan olahraga. Dia tidak terlalu memikirkan kuliah, karena yang penting dalam hidupnya adalah santai. Biasanya mahasiswa seperti ini lama sekali lulusnya, karena nilainya juga santai.
8. Mahasiswa Mencari Cinta
Tipikal mahasiswa seperti ini tiada terlalu memikirkan kuliah, tetapi yang dipikirkannya adalah CINTA. Yang penting baginya adalah mendapatkan pacar yang setia. Lulus kuliah cepet-cepet menikah.
9. Mahasiswa Jomblo Unsold
Tipe mahasiswa seperti ini terkadang dianggap terlalu menyedihkan, karena tiada laku-laku (unsold). Tapi terkadang mahasiswa memilih jomblo bukan karena tidak laku, tetapi karena ia memang tidak ingin berpacaran demi meraih cita-citanya di masa depan.
10. Mahasiswa Usil
Tipikal mahasiswa seperti ini sangat senang apabila orang lain menderita. Contohnya sebelum dosen masuk kelas, ia akan mengganti kursi dosen dengan kursi yang rusak biar dosennya patah tulang, atau sebelum dosen masuk, ia menulis kertas di pintu kelas bahwa perkuliahan di kelas hari ini dibatalkan.
11. Mahasiswa Tak Jelas
Tipikal mahasiswa seperti ini tak bisa dikategorikan, karena terkadang ia seperti pemimpin, terkadang seniman, terkadang pemikir, terkadang santai, terkadang pecinta, terkadang usil, dll. Terkadang aktif keliatan terus, terkadang lenyap hilang entah ke mana.
12. Mahasiswa Anak Mami
Tipikal mahasiswa seperti ini selalu pulang di akhir pekan, takut kalau mamanya marah. Ia kuliah demi menyenangkan hati maminya. Kebanyakan tipikal seperti ini tidak menikmati perkuliahannya, karena jurusan perkuliahannya itu pilihan dari sang ibunda, bukan dari kehendak hatinya. Kebanyakan tipe kuliah seperti ini putus di tengah jalan, tetapi semoga kamu tidak!
13. Mahasiswa Apa Mahasiswi
Sudah jelas sekali bahwa tipikal mahasiswa seperti ini memiliki dua kepribadian, yang pertama wanita yang kedua pria. Orang-orang biasa menyebutnya banci, tidak punya karakter yang jelas.
14. Mahasiswa Gadungan
Tipe ini sebenarnya bukan mahasiswa, tetapi karena ingin terlihat seperti mahasiswa, maka ia sering nongkrong-nongkrong di kampus orang. Biasanya ia punya tujuan tertentu, seperti mencari seorang cewek idaman atau mau memasang bom di kampus orang.
15. Mahasiswa Monitor
Mahasiswa seperti ini selalu berhadapan dengan komputer, sampai-sampai mukanya sudah berevolusi seperti monitor. Matanya sudah sebesar mouse, dan rambutnya sudah tak terurus seperti kabel USB atau RJ-45. Biasanya tipikal mahasiswa seperti ini hobi chatting dan mendapatkan kebutuhannya dari internet. Tetapi mahasiswa seperti ini bagus juga, karena ia tak bakal ketinggalan zaman deh.
16. Mahasiswa Abadi
Jelas, mahasiswa jenis ini paling betah di kampus, yang di kuliahnya di atas semester 10 tapi masih santai-santai dan belum mikir lulus.
D. UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan Nasib Rakyat
Sejak disahkan PP No. 61 Tahun 1999 tentang Rencana BHMN Perguruan Tinggi Negeri, lalu direalisasikan dengan PP BHMN kampus UI, ITB, IPB, UGM, UPI, USU, dan UNAIR. Sebagian besar mahasiswa, praktisi, dan pengamat pendidikan secara tegas sudah menolaknya. Kampus-kampus ini kemudian mendapatkan bantuan dana dari lembaga donor seperti Islamic Development Bank (IDB) untuk membangun kampus yang megah dengan fasilitas yang diperlengkap dan dipercanggih. Banyak gedung baru berdiri megah yang meliputi gedung-gedung kuliah, sport hall, asrama mahasiswa, pusat informasi universitas, masjid, poliklinik, gedung pascasarjana, dan bahkan ada yang membangun gedung pusat bisnis (business centre). Pembangunan gedung-gedung dan fasilitas kuliah secara besar-besaran oleh kampus-kampus itu disebut-sebut oleh para pejabat universitas sebagai istilah modenisasi kampus. Sebagai kampus yang menginginkan good governance, ketersediaan dan kelayakan fasilitas menjadi sebuah syarat mutlak, ditambah fungsi profesionalisme pelayanan dan birokrasi, serta akuntabilitas dan transparasi kebijakan.
Penolakan kembali muncul ketika Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) disahkan. Penolakan itu adalah sikap dan bukti kepedulian terhadap masyarakat miskin yang akan menjadi korban yang kemudian semakin teralienasi dan termarjinalisasi oleh sistem. Sehingga, UU BHP memicu kontroversi dari berbagai kalangan. Di satu sisi, undang-undang ini dipandang dapat menjadi penaung spirit otonomi yang selama ini diinginkan oleh dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Namun di sisi lain, banyak pihak khawatir undang-undang ini justeru akan mendorong terjadinya praktek komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi.
Tanpa bermaksud mencederai spirit otonomisasi dalam pengelolaan pendidikan formal yang terkandung dalam UU BHP dan menisbikan kekhawatiran akan timbulnya komersialisasi-liberatif di tubuh lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi. Benarkah spirit otonomisasi dalam UU BHP ini dimaksudkan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan UUD 1945 (sebagaimana dinyatakan dalam konsideran menimbang huruf a) atau justeru mendelegitimasi (tidak mengakui) hak-hak konstitutional warga negara terutama kalangan tidak mampu (disadvantaged groups) dan terpinggirkan (marginalized groups) untuk mengenyam pendidikan yang dijamin dalam UUD 1945?
Bahasa lain dari UU BHP adalah liberalisasi pendidikan. Hal yang paling tampak dari liberalisasi pendidikan adalah semakin terbukanya peluang bagi peran-peran swasta terutama perusahan-perusahaan korporasi baik lokal maupun asing untuk ikut mengelola pendidikan. Maka, tidak aneh kalau di dalam kampus itu muncul banyak unit-unit usaha yang didanai oleh perusahaan swasta, misalnya berdirinya mal di kampus atau unit usaha lainnya yang sejenis, semakin banyaknya projek penelitian, pengadaan teknologi internet, dan lain-lain yang sangat akrab dengan uang.
Selain itu, liberalisasi pendidikan telah menyuguhkan watak glamor di dunia kampus. Geliat pembangunan kampus bukanlah berangkat dari kebutuhan untuk penyediaan akses dan peningkatan kualitas pendidikan seperti yang diharuskan dalam konstitusi, tetapi lebih berorientasi pada tuntutan neoliberal, yakni tuntutan bisnis. Bisnis itu membutuhkan kerelaan untuk mengakomodasi budaya baru yang diciptakan neoliberalisme.
Gagasan liberalisasi pendidikan lahir dari teori modernisasi yang telah dipraktikkan di negara-negara bersistem kapitalis, di mana negara mengakui bahwa negara berjalan linear dari tradisional menuju ke arah modernisasi. Oleh beberapa pemikir, modernisasi ini dicapai dengan beberapa cara, Harrod Domar menekankan aspek ekonomi dengan teori tabungan dan investasi, di mana pembangunan masyarakat hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi.
Dari situ jelas ada kecenderungan negara melepas tanggung jawab untuk membiayai pendidikan tinggi, telah berdampak makin sulitnya orang miskin untuk mengakses pendidikan tinggi karena tidak kuat bayar. Menurut Darmaningtyas (2009), ada beberapa alasan mengapa pemerintah melepaskan tanggung jawabnya dalam pengelolaan pendidikan dan menyerahkan ke publik. Pertama, adanya tekanan dari IMF untuk mengurangi subsidi bidang pendidikan maupun kesehatan. Kedua, perubahan cara pandang negara terhadap pendidikan dari sebagai hak asasi yang melekat pada diri setiap warga menjadi sebuah kapital yang dapat diperdagangkan dan menguntungkan.
Apa dampak dari UU BHP tersebut? Akibat kebijakan itu, sudah menjadi rahasia umum kalau biaya pendidikan semakin mahal. Tentu saja akan membuat beaya kuliah lebih mahal akan sangat merugikan rakyat. Padahal dalam UUD 45 dinyatakan bahwa negara berkewajiban memberikan pendidikan yang layak kepada warga negara. Ditambah lagi dengan dibukanya jalur-jalur khusus di luar SPMB dan PMDK atau jalur mandiri universitas. Wacana jual beli pendidikan pun merebak di mahasiswa. Namun, wacana itu terus mengempis seiring dengan semakin mapannya diskursus modernisasi. Mahasiswa seakan tidak boleh lari dari arus itu.
Dengan fasilitas yang lebih lengkap dan canggih, serta regulasi-regulasi baru, semakin dijadikan pembenaran atas terciptanya kultur kosmetik di kampus. Sebuah kultur yang semakin menambah deret kelam modernisasi. Apakah itu? Yang sangat konkret dapat kita lihat dari mode dan tren budaya teranyar yang dikenakan mahasiswa baru. Budaya itu meliputi orientasi, SDM, serta tindakan ekonomi. Mahasiswa, misalnya, sebagian ada yang menjadikan kuliah sekadar untuk prestise, atau kongkow-kongkow mencari teman, atau pamer pakaian dengan model terbaru. Di kalangan aktivis, budaya glamor juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya rapat-rapat aktivis di hotel, kafe, atau restoran bersama para elite politik atau bahkan dengan pengambil kebijakan. Dengan kesejatian realitas itu, apakah kita masih optimistis dengan modernisasi kampus? Di situlah kritik kita terhadap dampak UU BHP.
E. Kampus sebagai Miniatur Negara
Kampus adalah miniatur negara. Tentu hal ini tidaklah berlebihan, kita bisa melihat dari segi penyebaran mahasiswa, kampus menghadirkan peserta didik dari berbagai unsur suku, ras dan agama yang ada di negara ini. Dari segi intelektualitas, kampus juga menghadirkan ribuan calon pemimpin yang akan mengisi kursi-kursi kosong kepemimpinan bangsa ini. Bisa diibaratkan, kampus adalah ruang kaderisasi bangsa. Masa depan nasib bangsa ditentukan oleh kampus karena di situlah banyak dididik berbagai pengetahuan dan skil (termasuk karakter dan mentalitas) generasi muda bangsa yang kelak menjadi pemimpin di tengah –tengah masyarakat.
Sebagai miniatur negara yang dimana didalamnya terdapat banyak perangkat yang satu sama lain saling mendukung, maka di dalam kampus juga memiliki pemerintahan dan rakyat, baik itu antara rektorat dengan mahasiswa ataupun antara mahasiswa dengan mahasiswa. Oleh karenanya, kita akan menemukan berbagai kelompok yang ada akan selalu bertaruh dalam memperebutkan eksistensinya di dalam kampus. Dari level rektorat, dekanat, dosen, pegawai akademik, mahasiswa hingga tukang sapu akan terlibat dalam arena perebutan kekuasaan. Bisa dikatakan kampus adalah miniatur basis produksi, distribusi dan pertarungan negara.
Benturan-benturan ideologi antar gerakan mahasiswa pun akan terjadi di kampus sehingga menjadikan kehidupan kampus menjadi sangat kondusif bagi kontentasi semua kelompok sehingga keberadaannya akan merepresentasikan iklim demokrasi di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa perubahan-perubahan mendasar di negara ini juga berangkat dari komunitas-komunitas intelektual kampus. Hal inilah yang kemudian melabelisasi kampus sebagai laboratorium demokrasi Indonesia.
Sistem pemerintahan dibangun berdasarkan kebutuhan dimasing-masing kampus. Keberadaan BEM (Badan Ekskutif Mahasiswa) atau Senat Mahasiswa dengan menempatkan Presiden Mahasiswa-nya (Presma) atau istilah lain (karena tiap kampus berbeda) sebagai mahasiswa nomor satu di kampus adalah salah satu cerminan dari penataan sebuah kehidupan (kampus). Maka, sangat tidak menarik apabila sebuah kampus hanyalah dijadikan tempat perkuliahan, kalau begitu apa bedanya dengan SD, SMP ataupun SMA? Berarti mahasiswa akan semakin jauh dengan hal-hal yang bersifat sosial, kondisi real yang akan di hadapi oleh mahasiswa selepas kuliah. Semangat ini pula yang kemudian dimaknai oleh gerakan mahasiswa sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi-aspirasi mereka dengan ikut aktif berpartisipasi dalam, misalnya, PEMIWA (Pemilu Mahasiswa, atau istilah lainnya), untuk memilih pemimpin kampus (BEM/DEMA/SEMA). Pemiwa akan menjadi momentum mengakselerasi perubahan-perubahan yang dianggap penting oleh gerakan mahasiswa dengan segala karakteristik perjuangannya.
Saat ini, sistem Pemiwa di beberapa kampus dilakukan dengan pemilihan langsung. Ada di antaranya dengan cara mengharuskan mahasiswa membentuk partai mahasiswa sebagai kendaraan politik untuk mengajukan calon-calon mereka duduk di lembaga eksekutif atau lembaga legislatif mahasiswa (BEM/DEMA/SEMA/DPM). Partai mahasiswa yang diharapkan merupakan representasi dari kepentingan-kepentingan komunal mahasiswa yang harus diperjuangkan.
Partai mahasiswa tidak sekadar menjadi syarat administratif untuk bisa berpartisipasi dalam Pemiwa yang hadir ketika Pemiwa akan berlangsung, tetapi juga bisa menjalankan fungsi-fungsi partai yang seharusnya untuk memberikan pendidikan dan pencerdasan politik bagi mahasiswa umum sebagaimana tertuang dalam AD/ART partai mahasiswa. Mereka yang terpilih sebagai pimpinan BEM/DEMA/SEMA/DPM harus bisa merepresentasikan kepentingan mahasiswa umum sebagai konstituen di suatu daerah pemilihannya (biasanya tiap fakultas atau jurusan). Jangan sampai ketidakprofesional pimpinan lembaga intra kampus membuat mahasiswa jenuh terhadap sistem yang berlangsung di kampus. Karena itu, perlu adanya dinamisasi sistem dengan membuka ruang kesempatan bagi siapa saja untuk berpatisipasi dalam pengembangan kehidupan lembaga intra kampus.
Sebagai miniatur negara, di samping berisi lembaga politik intra kampus, juga terdapat berbagai lembaga pengembangan bakat minat yang dikenal Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti lembaga penerbitan, lembaga olahraga, lembaga seni budaya, lembaga bahasa, lembaga pecinta alam, lembaga perekonomian koperasi mahasiswa, dan lain-lain. Keberadaan Pers Mahasiswa menjadi pelengkap yang ikut mencerminkan sebuah Negara (miniatur negara). Pers bisa melakukan kritik dan pencerdasaan mahasiswa dengan wacana dan informasi yang disampaikan. Atas berbagai komponen dan dinamisasi yang ada tersebut itulah maka kehidupan kampus sepenuhnya bukan hanya terpaku pada kegiatan akademik, seperti perkuliahan ataupun aplikasi-aplikasi lain yang berkaitan dengan kuliah.
Adanya demonstrasi ataupun perebutan kekuasaan di kampus bukanlah hal yang harus dipertentangkan, karena dengan adanya dinamika seperti itu mencerminkan bahwa mahasiswa peka terhadap berbagai realitas yang ada. Mahasiswa tidak harus manut-manut di hadapan dosennya walaupun ada kesalahan dalam kinerja sang dosen. Mahasiswa tidak mesti berdiam diri ketika melihat ataupun mendengar sebuah ketidak beresan dalam lingkungannya. Demonstrasi atas kenaikan BBM, tarif dasar listrik, dll adalah bukti bahwa Mahasiswa juga adalah bagian dari masyarakat.
Kampus yang dikenal sebagai miniatur negara, merupakan tempat berkumpulnya pemuda dari pelosok daerah dengan segala perbedaan dan bentuk sosial, tentunya juga beragam potensi. Ketimpangan sosial yang terjadi dalam kampus adalah cerminan dari kesenjangan sosial di masyarakat. Berhasil tidaknya ideologi yang diterapkan negara dapat dilihat di kampus. Begitu juga ketika kita harus mensensus seberapa besar kepedulian masyarakat terhadap kondisi negara, maka lihatlah di kampus kita masing-masing, sejauh apa mahasiswa turut andil dalam dinamisasi pergerakan lembaga kemahasiswaan. Mahasiswa yang dikatakan sebagai sumber cadangan pemimpin masa depan bangsanya, kini menjadi tumpuan masyarakat dalam pengolahan dan manajemen kekayaan negara. Tidak hanya itu, tanggung jawab penuh juga diserahkan kepada mahasiswa dalam melakukan pengawasan jalannya roda pemerintahan. Karena disamping fungsi kontrol dan pressure terhadap pemerintah, mahasiswa tentunya dituntut mampu memberikan solusi dari berbagai permasalahan bangsa.
Dewasa ini, keberadaan lembaga intra kampus seolah-olah meredup seiring mulai stabilnya kondisi pemerintahan secara struktural. Nyatanya di lapangan masih saja terdapat kesenjangan sosial yang terjadi di tingkatan masyarakat umum, seperti data yang di laporkan oleh MenkoKesra Aburizal Bakrie tahun 2006 lalu yang menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan perkapita dibawah Rp. 500.000,-, yang dengan anggaran tersebut mereka harus mampu menghidupi keluarga serta kebutuhan hidup lainnya.
Meskipun lembaga kemahasiswaan tidak memiliki wewenang khusus dalam menangani masalah ini namun perlu disadari bahwa lembaga inilah yang nantinya berperan dalam mengelola potensi SDM dalam memakmurkan dan mensejahterakan masyarakat. Untuk itu, lembaga-lembaga ini perlu sekiranya mendapat perhatian khusus oleh pemerintah dan birokrat kampus khususnya oleh mahasiswanya sendiri. Paling tidak bentuk perhatiannya bisa berupa pemberian fasilitas yang mendukung dan diserahkan sepenuhnya terkait pengelolaan kepada mahasiswa. Hingga berupa pembinaan secara intensif terkait hal-hal yang dianggap mampu menunjang peningkatan skills mahasiswa. Karena dikhawatirkan ketika hal ini tidak dilakukan akan terjadi “Lost Generation”, akhirnya menyebabkan stagnasi gerakan mahasiswa. Dimana saat pemain veteran sudah meninggalkan dunia kampus, akhirnya tidak ada yang meneruskan perjuangan perubahan oleh mahasiswa baik dalam struktural maupun olah pemikiran.
Bagaimana mungkin dinamisasi kampus akan terjadi tanpa adanya peran aktif dari mahasiswa. Sementara lembaga ini didirikan dan difasilitasi untuk mahasiswa,ironisnya justru mahasiswa yang buta dalam pengelolaan lembaga ini, kelak akan menjadi fenomena gerakan mahasiswa khususnya internal kampus ketika mahasiswa ‘mati’ bersama cita-cita perubahannya.
F. PMII DAN REKAYASA KAMPUS
Dunia perpolitikan mahasiswa yang tak pernah lepas dari wilayah kampus membuat PMII mau atau tidak mau akan terlibat dalam pusaran rebutan kekuasaan kampus. Meskipun diakui ataupun tidak, mahasiswa pada umunya cenderung bersikap apolitis dengan berbagai isu kebijakan birokrat kampus dan para pejabat mahasiswa, namun tetap saja mahasiswa berpolitik dalam arti yang lebih luas. Dikarenakan politik memiliki lingkup yang menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan, tergantung sudut pandang masing-masing.
PMII sebagai organisasi ekstra kampus membina dan mendistribusikan kader-kadernya untuk aktif dalam lembaga-lembaga kampus, bahkan akan mendorong kadaer-kader terbaik memimpin lembaga-lembaga tersebut. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bagi PMII adalah sebagai ruang distribusi kader karena di lembaga tersebut kader PMII bisa menempa dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya agar lebih maju dan profesional.
PMII memandang lembaga intra kampus sangat strategis sebagai wahana kaderisasi. Pada umumnya, ada beberapa jenis lembaga kampus yang memiliki otoritas tertentu dalam mengayomi kampus dan mahasiswa, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Fakultas/Jurusan (HMF/J) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Lembaga-lembaga tersebut bermain dalam wilayah internal kampus dan kepengurusannya berisikan mahasiswa yang tercatat masih aktif program studinya. Secara umum ke tiga jenis lembaga ini memiliki andil penting dalam rekayasa kampus. Mau kemana dan bagaimana nantinya kampus akan dikelola, lembaga inilah yang akan mewujudkannya dalam tataran kerja nyata di lapangan.
Dengan menguasai lembaga intra kampus, PMII akan semakin meneguhkan perjuangannya dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa di segala lapisan baik akademisi, organisatoris hingga preman kampus. Perlu diingat bahwa Perguruan Tinggi merupakan salah satu sarana yang dibuat dalam meningkatkan pembangunan negara secara umum, oleh karena itu tak heran bahwa banyak perubahan besar yang diawali dari gerakan lembaga kemahasiswaan ini. Adanya lapangan bola, internet, pustaka hingga tempat parkir merupakan fasilitas yang diberikan karena adanya sebuah permintaan yang dalam hal ini diajukan oleh mahasiswa secara umum dan disampaikan kepada pihak birokrat melalui lembgaga kemahasiswaan jalur komunikasi antara mahasiswa dan birokrat kampus. Ketika birokrat kampus serta lembaga-lembaga ini tidak mampu berkoordinasi dalam mengaspirasikan harapan civitas kampus umum, maka akan timbul saling ketidakpercayaan, stagnansi hingga kemerosotan akreditasi kampus dalam tataran akademis, fasilitas dan budaya.
G. Penutup
Demikianlah paparan seputar kehidupan perkuliahan, dimana kampus dan mahasiswa berada. Kampus bisa menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengembangkan aktualisasi dan apresiasinya sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini merupakan sisi positif yang dimiliki mahasiswa. Kesempatan seperti ini tentu tidak dimiliki mereka yang tidak sempat belajar di kampus.
Sebagai bagian dari elemen mahasiswa, PMII memandang sangat vital keberadaan kampus, tidak hanya semata-mata untuk tempat pembelajaran, tetapi juga sebagai wahana untuk menempa dan mengembangkan bakat potensi yang dimiliki para anggotanya.
Lagu-lagu Pergerakan
Mars PMII
Inilah kami wahai Indonesia
Satu barisan dan satu cita
Putera bangsa dan penegak agama
Tangan terkepal dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar
Bangun tersentak dari bumiku subur
Reff
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti ku berikan
Adil dan makmur ku perjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanaku
Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putera bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka
Back to reff
Darah Juang
Disini negeri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Negeri kami subur tuan
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak kurus tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
Padamu kami berjanji
Padamu kami mengabdi
Berjuanglah PMII
Berjuanglah PMII berjuang
Marilah kita bina persatuan 2x…
Hancur leburkanlah angkara murka
Perkokohlah barisan kita
Siap…
Sinar api Islam kini menyala
Tekad bulat jihad kita membara 2x…
Berjuanglah PMII berjuang
Menegakkan kalimat Tuhan
Buruh Tani Mahasiswa
Buruh tani mahasiswa rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Gegap gempita dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba
Marilah kawan mari kita kabarkan
Di tangan kita tergenggam arah bangsa
Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu….tentang pembebasan
Dibawah kuasa tirani
Kususuri garis jalan ini
Berjuta kali turun aksi
Bagiku satu langkah pasti
Dibawah topi jerami
Kususuri garis perlawanan
Berjuta kali berdemontrasi
Bagiku revolusi atau mati